Saturday 1 June 2013

JANGAN MEMBENCI CINTA (Ketika Badai Benci dan Badai Cinta Bertemu)

Maka sapalah mereka yang membenci Anda dengan sapaan cinta. Tataplah mereka yang membenci Anda dengan tatapan cinta. Taburkan doa-doa hidayah atas jiwa-jiwa yang dipenuhi dengan kebencian..

Ketika Badai Benci dan Badai Cinta Bertemu

love-and-hate
dakwatuna.com - Siapapun Anda, apapun baju kebanggaan Anda, serumit apa pun masalah Anda, seberapa besar pun badai kebencian atau kecintaan Anda, marilah sejenak bersama saya menundukkan hati, menenangkan pikiran, kita dengarkan sapaan dari langit, dari Allah swt. Zat Yang Maha Menggenggam Hati manusia, merubah yang benci jadi cinta dan yang cinta jadi benci. Allah berfirman:

عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ مِنْهُمْ مَوَدَّةً وَاللَّهُ قَدِيرٌ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mumtahanah: 7)
***
Saudaraku yang dirahmati Allah…
Setelah membaca ayat di atas, kira-kira apa kesan yang Anda dapat? Bagaimana perasaan Anda terhadap orang yang selama ini membenci dan memusuhi Anda? Bagaimana perasaan Anda terhadap orang atau sesuatu yang selama ini Anda benci dan Anda musuhi? Bagaimana pula perasaan Anda terhadap orang yang selama ini mencintai dan begitu dalam mencurahkan perhatiannya kepada Anda? Bagaimana perasaan Anda terhadap orang atau sesuatu yang selama ini Anda cintai dan Anda sayangi?

Silahkan Anda benci, siapapun yang Anda tidak suka atau apapun yang Anda tidak suka? Silahkan Anda cintai, siapapun yang Anda suka atau apapun yang Anda suka?

Namun, sadarkah Anda bahwa benci dan cinta itu muncul karena ledakan emosional sesaat ketika perasaan seseorang tersentuh. Ia berawal karena ada energy pendorong yang mem-push kita untuk membenci dan mencintai itu datang secara beruntun. Dan secara reflex, kita akhirnya membenci atau mencintai sesuatu/seseorang. Jika ia dibiarkan terakumulasi dalam beberapa tenggang waktu dan faktanya energy itu terus-menerus mem-push kita, maka kuota kebencian  atau kecintaan akan semakin bertambah. Yang cinta jadi benci, dan yang benci jadi cinta.

Kebencian itu ibarat badai topan. Ia akan mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya. Lahir dan batinnya. Ia akan datangi semua gedung, bahkan gedung pencakar langit pun ia akan hampiri. Ia akan hantam gedung yang kokoh tegak berdiri itu dengan bertubi-tubi. Tanpa ampun. Seakan tanpa mengenal lelah. Tanpa jeda waktu. Tanpa mengenal usia, seakan hidup selamanya. Bahkan tanpa mengenal kehidupan dan kematian. Perhitungan dan pertanggungjawaban.

Maka, bisa jadi, sedikit demi sedikit salah satu dari atapnya copot, tiangnya mulai retak, kaca di jendelanya pecah-pecah dan akhirnya angin topan pun mendesak memasuki area dalam gedung megah itu, hingga bisa memporak-porandakan semua yang ada di dalam. Dan mungkin, seiring berjalannya waktu, gedung itu juga akan runtuh. Karena diterpa badai kebencian.

Kecintaan juga demikian. Badai cinta juga akan memobilisasi semua potensinya. Badai cinta itu juga hakikatnya terdiri dari beberapa formula pendorong yang terakumulasi hingga menjadi cinta yang utuh dan matang serta tidak tergantikan. Pertama cinta karena al-istihsan (anggapan baik). Kedua cinta karena takjub (at-ta’ajjubu). Cinta karena ingin selalu dekat dan ada di sisinya atau rindu yang menggebu (hayyamahul hubbu). Dan cinta karena kasmaran (al-‘usyqu). Pikiran seseorang pada level ini akan selalu dipenuhi oleh cinta, hati dan pikirannya. Tidak ada ruang dalam hati dan pikirannya untuk membenci, sekalipun orang lain sebenarnya sudah menampakkan indikasi-indikasi kebencian mereka.

Celakanya, manusia banyak terjebak untuk tidak melibatkan akal pikirannya, untuk berpikir secara jernih, untuk mengkalkulasikan dengan detail, kerugian apa jika ia membenci atau mencintai sesuatu atau seseorang? Keuntungan apa jika ia membenci atau mencintai dan menyayangi sesuatu atau seseorang? Lalu, apakah keuntungan dan kerugian itu akan berkepanjang hingga hari di saat kita bertemu dengan Allah (mumtaddah ila yaumil qiyaamah) ?

Atau mengajak akal pikirannya merenung sejenak, menanyakan sebenarnya energi apa yang mendorongnya untuk begitu membenci atau mencintai sesuatu atau seseorang?

Saudaraku yang dirahmati Allah…
Kita hidup di era interplaniter, disaat cinta dan benci menjadi semu. Cinta dan benci sering terbeli oleh materi. Terkapitalisasi dalam bentuk jabatan publik dan kekuasaan. Tersandera dan terpenjara dalam satu komunitas tertentu. Bukan cinta dan benci dengan standar universal.

Inilah yang menjadikan saya tertarik untuk kembali membuka lembaran-lembaran buku karya DR. Khalid Jamal yang bertajuk AJARI AKU CINTA. Beliau mengajak kita untuk membayangkan jika seandainya cinta itu makhluk hidup seperti manusia, maka saat ini ia pasti akan berteriak lantang di hadapan kita, karena CINTA itu sekarang sedang mengalami penderitaan.

Beliau menggambarkan dalam bukunya tersebut, “Penderitaan Cinta itu sekarang terjadi saat melihat manusia melakukan tindakan-tindakan bodoh mengatasnamakan aku (cinta).  Mereka merampas kehormatan orang lain atas namaku. Jika semut itu berteriak, mengingatkan seluruh bangsanya atas bahaya yang akan menimpa mereka ketika lewat satuan inspeksi tentara Sulaiman dengan berkata: “Berkatalah seekor semut: “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (An-Naml: 18).  Maka, aku (cinta) juga berteriak atas nasibku dan nasib semua orang yang mengatasnamakan cinta untuk berbuat ‘kerusakan’ di atas bumi ini.”

Jadi, sebenarnya dalam lembaran kebencian itu, ada ‘lembaran-lembaran cinta’ yang sengaja ditutupi-tutupi atau tersembunyi. Begitu juga dalam lembaran cinta, ada ‘lembaran-lembaran kebencian’ yang juga sengaja ditutup-tutupi atau tersembunyi.

Hanya saja yang jadi pertanyaan, “Siapa yang menyuruhnya menutupi lembaran cinta itu, disaat kebencian meledak? Siapa sebenarnya yang menyuruh menutupi lembaran kebencian itu, disaat cinta meledak?”
Jika yang menunjukkannya adalah Zat Yang Maha Pencipta dan Maha Kasih Sayang, maka ia berada dalam jalan kebenaran. Begitu juga jika yang mengajarkan menutupi cinta dan benci itu Rasul-Nya, maka ia dalam keselamatan. Sehingga manusia akan membenci apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya, dan mencintai apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Membenci orang-orang yang dibenci Allah dan Rasul-Nya dan mencintai orang-orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Inilah barometer yang tepat sasaran dan tepat guna.

Kalau manusia sadar dengan hakikat ini, maka potensi berubahnya kebencian menjadi cinta, atau cinta menjadi kebencian, bukanlah suatu yang mustahil. Dan itulah yang diisyaratkan dalam surat Al-Mumtahanah di atas.  Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mumtahanah: 7)

Masih segarkah dalam ingatan Anda, berapa banyak dari pembesar kota Mekkah yang membenci nabi agung kita Muhammad saw? Apakah dulu Umar bin Khattab tidak membenci Rasulullah? Bagaimana dengan Khalid bin Walid, Hamzah, Suroqoh? Abu Sufyan?
Bahkan, satu kota Thaif yang dulu begitu membenci Rasulullah, menolak dakwah Rasulullah, mencerna dan menghina Rasulullah, melukai Rasullah dengan lemparan batu hingga tubuh Rasulullah berlumuran darah, mengusir Rasulullah dari kota mereka, akhirnya semua penduduk Thaif masuk Islam dan bahkan keislaman mereka jauh lebih kuat dari umumnya para penduduk Mekkah yang sudah masuk Islam. Hal itu dibuktikan ketika hembusan fitnah kekufuran mewabah di setiap kota Mekkah dan Madinah sepeninggal Nabi Muhammad saw., namun di kota Thaif tidak ditemukan satupun orang yang murtad.

Subhaanallah….

Mereka yang dulu membawa bendera kebencian terhadap Rasulullah dan dakwahnya, akhirnya menjadi sosok-sosok yang mengalirkan cinta mereka dengan deras kepada Rasulullah dan dakwahnya hingga akhir hayat mereka.

Tidakkah Anda membayangkan bahwa bisa jadi orang yang Anda benci, nanti akan bertemu dengan kita di surga, ketika ia kembali pada jalan kebenaran. Begitu juga, tidakkah Anda membayangkan bahwa bisa jadi orang yang kita cintai, akan kita temukan di neraka, ketika jauh dari hidayah Allah dan Rasul-Nya?
Maka sapalah mereka yang membenci Anda dengan sapaan cinta. Tataplah mereka yang membenci Anda dengan tatapan cinta. Taburkan doa-doa hidayah atas jiwa-jiwa yang dipenuhi dengan kebencian. Lidah boleh bicara, tangan boleh bergerak, kaki boleh melangkah, otak boleh berpikir, namun yang menggenggam hati hanyalah Allah. Janganlah ada kebencian yang membabi buta, sehingga kita menganggap hanya ‘dia’ seseorang (hingga akhir hayat kita) yang harus masuk ‘jahannam’. Atau jangan ada kecintaan yang membabi buta, sehingga kita menganggap hanya ‘dia’ seseorang (hingga akhir hayat kita) yang harus masuk ‘surga’. Semua harus di bawah bimbingan Allah dan Rasul-Nya.

Tentang Budiman Mustofa

wakil direktur LPM Madani dan Pendiri Yayasan Insan Madani Sukoharjo. Aktiv mendampingi kelompok kajian di kampung-kampung dan di kampus.... Selengkapnya.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/05/31/34201/ketika-badai-benci-dan-badai-cinta-bertemu/#ixzz2UyKKyEIM
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Saturday 25 May 2013

10 Bahaya Perbuatan Dosa dan Maksiat

10 Bahaya Perbuatan Dosa dan Maksiat

Ada beberapa akibat atau dampak negatif dari perbuatan dosa dan maksiat. Di antaranya adalah dampak bagi pribadi atau individu. Hendaknya kita mencermati dengan seksama bahaya-bahaya yang muncul karena perbuatan dosa dan maksiat, sehingga bisa semakin berhati-hati dalam kehidupan.
Menurut Dr. Ahmad Farid dalam kitab Al-Bahru Ar-Ra’iq fiz Zuhdi wa Ar-Raqa’iq, paling tidak ada sepuluh bahaya perbuatan dosa dan maksiat. Hendaknya kita selalu berusaha menghindarinya.
Pertama, setan akan merasa dibantu oleh manusia dalam memerangi diri manusia itu sendiri. Setan akan sangat senang dengan kemaksiatan yang dilakukan manusia karena ia dipermudah dalam melakukan “tugas”nya menyesatkan manusia.
Kedua, maksiat menyebabkan seseorang merasa minder dan takut, suatu perasaan yang tidak dirasakan oleh orang yang tidak berbuat dosa dan maksiat. Pelaku maksiat akan merasakan was-was dalam melaksanakan aktivitas karena ia dibayang-bayangi oleh perasaan dosa dan bersalah.
Ketiga, dosa dan maksiat yang sedemikian banyak menyebabkan hati terpatri dan pelakunya menjadi orang-orang yang tidak sadar bahwa ia melakukan keburukan. Sensitivitasnya terhadap dosa dan maksiat menghilang.
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka” (Al Muthaffifin: 14).
Keempat, maksiat juga menyebabkan hilangnya ketajaman hati. Akibat sensitivitasnya hilang, kemaksiatan dipandang hal yang biasa dan wajar. Hati menjadi kebal dari rasa bersalah, karena menganggap kecil dan remeh kemaksiatan yang mereka lakukan. Benarlah ungkapan yang menyatakan bahwa kemaksiatan dapat menumbuhkan kemaksiatan yang sama, dan sebagian kemaksiatan bisa melahirkan kemaksiatan yang lain.
Ibnu Abbas berkata, ”Sesungguhnya kebaikan itu penyebab wajah bercahaya, hati bersinar, rezeki dilapangkan, dan dicintai oleh semua makhluk. Dan sesungguhnya kemaksiatan penyebab wajah hitam, hati gelap gulita, rezeki sempit, dan dibenci oleh semua makhluk.”
Kelima, kemaksiatan dapat melemahkan perjalanan hati menuju kepada Allah dan perkampungan akhirat. Kemaksiatan berakibat kerinduan untuk bertemu dengan Allah dan kesiapan diri untuk menyambut perkampungan akhirat, semakin sirna, dan berubah menjadi ketakutan yang mencekam. Mereka tidak siap berjumpa dengan Allah dan kampung akhirat karena merasa banyak dosa.
Keenam, semua urusannya akan menemui banyak hambatan, termasuk menghambat dan merugikan makhluk lain. Para ulama salaf berkata ”Sesungguhnya ketika aku bermaksiat kepada Allah, maka kutemukan hal yang demikian ini pada binatang (kendaraan) dan istriku.”
Ketujuh, kemaksiatan membuat perasaan rendah diri dalam berinteraksi antarmanusia, terutama dengan orang-orang yang saleh. Abu Darda berkata, ”Hendaklah seorang di antara kamu berhati-hati jangan sampai dirinya dikutuk oleh hati orang-orang beriman, padahal ia tidak menyadarinya.”
Kedelapan, kemaksiatan mampu menjatuhkan kewibawaan dan kemuliaan pelakunya, baik di sisi Allah maupun di sisi manusia.
“Dan siapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya” (Al Hajj: 18).
Kesembilan, kemaksiatan bisa memadamkan api semangat yang membara yang terpendam di dalam hati. Seseorang bisa menjadi pemalas, hilang gairah hidup dan tidak memiliki semangat dalam kehidupan. Lihatlah mereka yang berkubang dalam candu atau obat-obat terlarang. Tidak tampak kegairahan hidup, justru mereka semakin lari dari kenyataan hidup.
Kesepuluh, kemaksiatan dapat menghilangkan rasa malu. Apabila seseorang membiasakan diri dengan kemaksiatan, ia tidak lagi memiliki rasa malu di hadapan Allah maupun di hadapan manusia. Pada awalnya ia melakukan dengan bersembunyi, namun seiring hilangnya rasa malu, kemaksiatan pun nyata ditampakkan.
Semoga kita semua terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat. Semoga Allah berikan kekuatan kepada kita untuk berada dalam kebenaran dan kebaikan. Amin.
Stop Perbuatan Dosa dan Maksiat
Sumber: PKSFansClub

Tafsir Surat Az Zalzalah

Surat Az-Zalzalah, yang bermakna guncangan, banyak sekali mengandung pelajaran yang bisa kita petik. Paling tidak, ada 5 point penting yang bisa kita petik dari surat Az-Zalzalah.

Pertama, tentang kedudukan atau posisi surat Az-Zalzalah. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan salah satu hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah saw menyampaikan bahwa Surat Az-Zalzalah itu setara dengan setengah Al-Quran, surat Al-Ikhlas setara dengan 1/3 Al-Quran, dan surat Al-Kafirun setara dengan ¼ Al-Quran.
Dalam kesempatan lain, rasul juga pernah menanyakan kepada salah seorang sahabatnya yang belum menikah, dengan alasan tidak memiliki mahar, apakah dia hafal surat Az-Zalzalah? Ketika dijawab bahwa dia hafal, maka rasul menyuruh sahabat tersebut menikah, dengan mahar surat Az-Zalzalah. Ini menunjukkan bahwa surat Az-Zalzalah memiliki keutamaan yang sangat besar, sesuai hadits nabi tersebut di atas. Maka dapat kita pahami, kenapa Imam As-Syahid Hasan Al-Bana ketika menyusun Wadzifah kubra dalam Al-Ma’tsurat, salah satu wiridnya adalah surat Az-Zalzalah.

Pelajaran kedua dari surat Az-Zalzalah adalah makna guncangan yang Allah sebutkan dalam ayat 1 surat tersebut, yang terjemahnya:” Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat” menurut penafsiran Ibnu Katsir, guncangan ini adalah guncangan yang terjadi di hari kiamat nanti, dimana pada saat itu bumi akan diguncangkan dari porosnya/langsung dari pusat sumbunya. Kita bisa bayangkan pada saat gempa terjadi tahun 2004 lalu di Mentawai, NAD dengan kedalaman pusat gempa 10 km saja, efeknya bisa menimbulkan tsunami dengan ketinggian gelombang lebih dari 4 meter. Padahal kedalaman poros bumi masih sangat jauh dari jarak tersebut. Jadi meskipun guncangan yang dimaksud dalam surat tersebut adalah guncangan hari kiamat, tapi sebetulnya terjadinya banyak gempa, bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga buat kita, bahwa betapa dahsyatnya nanti kejadian yang akan dialami pada hari kiamat. Di samping itu, terjadinya banyak gempa. baik tektonik ataupun vulkanik, juga menjadi salah satu tanda dekatnya hari kiamat, seperti yang rasul sampaikan.

Selanjutnya pelajaran ketiga ada pada ayat yang berikutnya, dimana Allah menyampaikan “dan bumi telah mengeluarkan beban berat yang dikandungnya. Apa yang dikeluarkan oleh bumi? Yang dikeluarkan oleh bumi pada saat itu adalah jasad-jasad manusia yang sudah hancur, dan selama ini sudah terkubur di dalam bumi. Jasad-jasad tadi bermunculan seperti jamur yang tumbuh di musim hujan, dan keluar/muncul dalam keadaan yang berbeda-beda. Ada yang keluar dengan muka berseri-seri, ada yang keluar dengan muka yang gelap/hitam. Keadaan yang demikian terkait dengan tingkah laku seseorang pada saat masih di dunia. Selain jasad manusia, bumi juga akan mengeluarkan beban-beban lain, semacam emas perak, dan barang-barang tambang lain. Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa saat bumi mengeluarkan emas perak, berkatalah seorang pembunuh,. Karena sebab inilah (emas perak, dulu saya menjadi pembunuh. Kemudian berkatalah orang yang memutuskan silaturahim, Oleh sebab inilah saya dulu memutuskan hubungan silaturahim. Berkata juga seorang pencuri. Oleh sebab ini pula saya dulu mencuri. Demikian hadits yang dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Dalam hadits tersebut terlihat betapa manusia pada akhirnya menyadari, dan akan menyesal, bahwa kecintaannya terhadap dunia telah menjadikan dirinya lupa dan buta, sehingga melakukan tindakan-tindakan yang melanggar aturan Allah, yang membuat kecelakaan bagi dirinya di Yaumil akhir nanti. Cinta kepada dunia (penyakit wahn) inilah, penyakit yang banyak menjangkiti umat Islam, seperti pernah disinyalir oleh Rasulullah dalam salah satu hadits, bahwa suatu saat nanti umat Islam akan menjadi rebutan umat lain, seperti hidangan yang diperebutkan. Kemudian para sahabat bertanya. Ya Rasulullah, apakah karena jumlah kita pada waktu itu sedikit? rasul menjawab: bahwa jumlah kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian terkena penyakit wahn. Sahabat bertanya: apa itu penyakit wahn ya Rasulullah, beliau menjawab: cinta dunia dan takut mati. Sehingga kondisi kalian seperti buih di atas lautan, yang mudah untuk terombang-ambing.
Jika kita cermati kondisi yang pernah menimpa bangsa Indonesia, makna bahwa bumi mengeluarkan beban berat yang dikandungnya, bisa kita hubungkan dengan banyaknya material-material berat yang telah dimuntahkan oleh gunung merapi. Total muntahan lava dan lahar selama erupsi merapi beberapa waktu lalu, tercatat sampai 140 juta kubik, lebih tinggi dari jumlah yang telah dikeluarkan merapi pada erupsi tahun 2006 (sumber republika). Keluaran semua material tersebut, dibarengi dengan keluarnya awan panas, telah banyak memakan korban jiwa. Di sinilah kesadaran kita sampai pada sebuah titik bahwa kekuasaan Allah swt sungguh sangat dahsyat, wallahu ala kulli syain qadir.

Kelanjutan ayat dari surat Az-Zalzalah yang harus kita renungkan dan menjadi pelajaran keempat adalah: “Pada hari itu, bumi menceritakan beritanya.“ Apa yang diceritakan oleh bumi? Bumi akan menceritakan seluruh perbuatan manusia yang menapaki/menempatinya. Bumi akan menjadi saksi. Ya, saksi yang akan hadir dalam pengadilan Allah terhadap manusia di yaumil akhir nanti. Tidak ada sejengkal bumi pun yang pernah kita lalui, yang pernah kita injak, yang pernah kita diami, yang pernah kita lewati, kecuali dia akan menjadi saksi atas apa yang pernah kita lakukan di atasnya. Semakin banyak bumi yang kita injak, semakin banyak yang akan menjadi saksi, apakah kebaikan atau kejahatan yang kita lakukan. Jika selama hidup di dunia kita banyak melakukan kebaikan, maka semakin banyak tempat yang kita lalui, berarti akan semakin banyak saksi yang meringankan kita pada saat pengadilan Allah nanti. Maka renungkanlah dan rasakanlah, setiap jengkal tanah dimana kita menapak di atasnya, sesungguhnya bumi/tanah tersebut tidak ubahnya seperti CCTV yang akan selalu merekam setiap jejak langkah kita.

Yang kelima, apa yang bisa kita ambil pelajaran dari surat Az-Zalzalah adalah firman-NYA yang menegaskan bahwa: “Dan barangsiapa berbuat kebajikan meskipun seberat biji dzarah, maka dia akan mendapat balasannya, dan barangsiapa berbuat kejahatan, meskipun seberat biji dzarah, maka dia juga akan mendapatkan balasannya. Di mata Allah, semua yang dilakukan oleh hambanya, tidak ada yang terluput, tidak ada yang disepelekan, meskipun kelihatannya kecil. Berbeda dengan manusia, kadang manusia suka meremehkan hal-hal yang kecil, mengabaikan dan tidak memberikan penghargaan. Tapi bagi Allah tidak demikian, Sekecil apapun perbuatan yang dilakukan oleh manusia, di hadapan Allah akan ada nilai dan konsekuensinya Jadi jangan pernah menganggap remeh melakukan perbuatan dosa, meskipun kecil, karena tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus. Sebaliknya juga jangan meremehkan melakukan kebaikan meskipun sesuatu yang kelihatannya kecil. Misalnya tersenyum dan bermuka manis kepada teman. Sesuai dengan yang disampaikan Rasulullah saw bahwa “Tabbasumuka fi wajhi akhika laka shadaqah” senyummu untuk saudaramu itu bernilai sedekah. Contoh lain misalnya mengusap dan memeluk anak kita (khususnya yang masih kecil), jika kita lakukan dengan penuh kasih sayang, hal ini akan menjadi bernilai ibadah, dan berdampak positif bagi anak kita. Anak kita akan merasakan kedamaian dan ketenteraman, merasakan kasih sayang yang tulus dari orang tuanya. Pada gilirannya anak yang terbiasa mendapatkan kasih sayang, maka dia akan tumbuh menjadi pribadi yang penuh kasih sayang.
Terkait dengan ayat tersebut, Rasulullah saw pernah berpesan kepada Aisyah ra, “ Wahai Aisyah, selamatkan dirimu dari api neraka, meskipun hanya dengan sebutir kurma”. Mungkin kita bertanya, mungkinkah hanya dengan sebutir kurma kita bisa menyelamatkan diri dari api neraka? jawabannya sangat mungkin. Bukankah jika memang hanya sebutir kurma yang kita miliki, dan barangkali juga itulah satu-satunya yang ada pada kita, maka dengan pengorbanan kita mampu memberikannya pada orang lain yang membutuhkan, berarti kita telah mencoba untuk menjadi seorang yang berlaku itsar. Dan itsar adalah puncak /nilai tertinggi dari ukhuwah. Dan tidaklah seorang saling bersaudara karena Allah, yang diwujudkan dengan memberi, maka Allah menempatkannya di surga, bahkan dengan wajah yang bercahaya, sampai membuat iri para rasul karena cahaya wajahnya yang terang. Maka lakukan selalu kebaikan, meskipun dari sesuatu yang kecil. Sebarkan semangat pada saudaramu, meski ujian banyak menerpa jalan dakwah. Wallahu a’lam


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/05/25/33834/az-zalzalah-salah-satu-rangkain-wirid-al-matsurat/#ixzz2ULfFROZv

Saturday 18 May 2013

Ayo semangat menghafal..:)


Menghafal itu tak mudah teman..bila hati kita keruh..
Bila jiwa kita resah, bila maksiat terus saja merajai..
Menghafal itu sungguh sulit nian..
Bila niat tak seiring jalan..
Sungguh menghafal qur’an itu bukan perkara mainan..
Ia adalah proyek dunia wal akhirot..
Proyek langitan..
Mulailah dengan bertaubat lalu luruskan niat..
Pelajarilah dirimu bagaimana kau mudah menghafal sesuatu..
Menghafal qur’an juga seperti meninakan bayi mungil menggemaskan penuh manja
Ianya harus sering di ulang-ulang..didengar..disentuh mushafnya..
Serta memohon ridho dari orang-orang terdekat kita..
Lantas mintakan tolong pada Nya..agar Ia memudahkan dan membantu..
Lalu tekadkan sekuat baja inginmu..
Istiqomahlah walau satu ayat tiap harinya..
Bismillah..semoga hafalan kita menjadi barokah..dan menjadi sebab untuk kita masuk ke jannah Nya..
Amin allahumma amin..

Sunday 12 May 2013

LUMPIA...hmm:)

LUMPIA BIHUN Penilaian :

Hmm.. Lumpia bihun siap di sajikan sebagai cemilan untuk menemani hari anda di sore hari bersama segelas teh hangat.

Bahan-bahan/bumbu-bumbu :
26 lembar kulit pangsit siap pakai
minyak untuk menggoreng
30 gram putih telur untuk merekatkan

Bahan Isi:
75 gram bihun, diseduh
4 butir bawang merah, dicincang halus
1 buah cabai merah besar, dibuang bijinya, dicincang kasar
100 gram udang giling
1 butir telur
75 gram wortel, diiris panjang
50 gram buncis, diiris serong panjang
1 sendok teh garam
1/2 sendok teh gula pasir
50 ml air
2 tangkai seledri, diiris halus
2 sendok makan minyak untuk menumis

Bumbu Halus:
3 siung bawang putih
1/4 sendok teh merica
1/2 sendok teh ebi, diseduh, disangrai

Cara Pengolahan :
  1. Isi: panaskan minyak. Tumis bawang merah, bumbu halus, dan cabai merah sampai harum.
  2. Masukkan udang. Aduk sampai berubah warna. Sisihkan ke pinggir wajan.
  3. Masukkan telur. Aduk sampai berbutir. Tambahkan wortel dan buncis. Aduk sampai layu.
  4. Masukkan bihun, garam, gula pasir, dan air. Masak sampai matang dan meresap. Tambahkan daun seledri. Aduk rata.
  5. Ambil selembar kulit pangsit. Beri isi. Lipat dan gulung. Rekatkan dengan putih telur.
  6. Goreng dalam minyak yang sudah dipanaskan diatas api sedang sampai matang.

Hasil 26 buah
copy from http://www.sajiansedap.com/recipe/detail/3441/lumpia-bihun

Its Rajab..:)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Keterangan yang muktamad tentang bulan Rajab adalah bahwa bulan itu termasuk bulan-bulan yang dihormati, atau dalam Al-Qur’an disebut sebagai Asyhurul Hurum, yaitu, Muharram, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Dalam bulan-bulan tersebut, Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang peperangan dan ini merupakan tradisi yang sudah ada jauh sebelum turunya syariat Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS At-Taubah: 36)

Dari para ulama kalangan mazhab Asy Syafi’i, Imam An-Nawawi berkomentar tentang puasa sunnah khusus di bulan Rajab, “Tidak ada keterangan yang tsabit tentang puasa sunnah Rajab, baik berbentuk larangan atau pun kesunnahan. Namun pada dasarnya melakukan puasa hukumnya sunnah (di luar Ramadhan). Dan diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Sunan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyunnahkan berpuasa di bulan-bulan haram, sedang bulan Rajab termasuk salah satunya.”
Adapun tentang keutamaan bulan Rajab, kebanyakan ulama mengatakan bahwa dasarnya sangat lemah, bahkan boleh dikatakan tidak ada keterangan yang kuat yang mendasarinya dari sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Sayangnya, entah bagaimana prosesnya, justru sebahagian kaum muslimin berpendapat bahwa bulan Rajab memiliki berbagai keutamaan, sehingga umat Islam dianjurkan untuk melakukan ibadah-ibadah tertentu agar mereka dapat meraih fadhilah atau keutamaan tersebut. Di-antara contoh-contoh amalan-amalan yang sering dipercaya umat Islam untuk dilakukan pada bulan Rajab adalah:
  1. Mengadakan shalat khusus pada malam pertama bulan Rajab.
  2. Mengadakan shalat khusus pada malam Jum’at minggu pertama bulan.
  3. Shalat khusus pada malam Nisfu Rajab (pertengahan atau tanggal 15 Rajab).
  4. Shalat khusus pada malam 27 Rajab (malam Isra’ dan Mi’raj).
  5. Puasa khusus pada tanggal 1 Rajab.
  6. Puasa khusus hari Kamis minggu pertama bulan Rajab.
  7. Puasa khusus pada hari Nisfu Rajab.
  8. Puasa khusus pada tanggal 27 Rajab.
  9. Puasa pada awal, pertengahan dan akhir bulan Rajab.
  10. Berpuasa khusus sekurang-kurang-nya sehari pada bulan Rajab.
  11. Mengeluarkan zakat khusus pada bulan Rajab.
  12. Umrah khusus di bulan Rajab.
  13. Memperbanyakkan Istighfar khusus pada bulan Rajab.
Akan tetapi, semua pendapat tersebut tidak dapat dipegang, karena kalau kita jujur terhadap sumber-sumber asli agama ini, nyaris tidak satu pun amalan-amalan di atas yang berdasarkan kepada hadis-hadis yang shahih.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu dijelaskan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam apabila memasuki bulan Rajab beliau senantiasa berdo’a:
“Allahumma Baarik Lanaa Fii Rajab Wa Sya’baan Wa Ballighnaa Ramadhan.” (Yaa Allah, Anugerahkanlah kepada kami barokah di bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan) (HR. Ahmad dan Bazzar).
Sayangnya hadis ini menurut Ibnu Hajar tidak kuat. Sedangkan hadis-hadis yang lainnya yang berkaitan dengan keutamaan-keutamaan bulan Rajab, tak ada satu pun hadis yang dapat dijadikan hujjah. Misalnya hadits yang bunyinya:
Rajab adalah bulan Allah, Sya`ban adalah bulanku (Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam) dan Ramadhan adalah bulan ummatku.
Hadits ini oleh para muhaddits disebutkan sebagai hadits palsu dan munkar. Dr. Yusuf Al Qaradawi menyebutkan bahwa para muhadditsin telah mengatakan kemungkaran dan kepalsuan hadits ini dalam fatwa kontemporer beliau.
Dalam kitab Iqthidha Shiratil Mustaqim, Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada satu keterangan pun dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab, bahkan keumuman hadis yang berkaitan dengan hal tersebut merupakan hadis-hadis palsu.” (Iqthidha Shirathil Mustaqim, 2/624)
Ibnu Hajar Al Asqalani secara khusus telah menulis masalah kedha’ifan dan kemaudhu’an hadits-hadits tentang amalan-amalan di bulan Rajab. Beliau menamakannya: Taudhihul Ajab bi maa Warada fi Fadhli Rajab.“ Di dalamnya beliau menulis, “Tidak ada satu keterangan pun yang menjelaskan keutamaan bulan Rajab, tidak juga berkaitan dengan shaumnya, atau pun berkaitan dengan shalat malam yang dikhususkan pada bulan tersebut. Yang merupakan hadis shahih yang dapat dijadikan hujjah.”
Dengan demikian, sebenarnya tidak ada satu keterangan pun yang dapat dijadikan hujjah yang menunjukkan tentang keutamaan bulan Rajab. Baik itu berkaitan tentang keutamaan shaum di bulan tersebut, shalat pada malam-malam tertentu atau ibadah-ibadah yang lainnya yang khusus di lakukan pada bulan Rajab.
Wallahu a’lam bishshawab,
Wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ahmad Sarwat, Lc.
dipublish pada www.fimadani.com